Minggu, 01 Februari 2015

Strategi konsesi 3 level dalam nego purchasing

Jika budget perusahaan utk membeli suatu barang/jasa adlh 100 jt , tentu saja anda tidak membuka penawaran sebesar 100 jt ke supplier kan? Tentu anda mulai membuka di angka katakanlah 70 atau 80 jt.

Isu yang bisa dinegosiasikan adalah semua isu dalam QSDP (Quality Service Delivery Price) beserta sub elemen nya.

Dalam nego purchasing dikenal strategi konsesi 3 level yaitu :
1.       HID (High Initial Demand). Posisi dimana buyer biasanya membuka harga penawaran negosiasi dengan terendah, atau membukan penawaran lead time delivery dengan lead time terpendek. Supplier akan menggunakan HID yang kebalikan dari buyer, harga tertinggi yang direncanakan dst.
2.       Nice, posisi dimana  QSDP masih bisa diterima oleh buyer atau supplier.
3.       Must Have, posisi dimana posisi terakhir yang bisa diterima oleh buyer atau supplier. Posisi must ini biasanya budget dari perusahaan masing-masing.

Baik buyer maupun supplier mempunyai posisi HID, nice, dan must have masing-masing. Sebagai buyer tentu kita mengetahui posisi HID, nice, dan must have kita. Namun kita hanya bisa memperkirakan posisi HID, nice, must have dari supplier sebagai lawan negosiasi kita. Informasi posisi lawan teresebut mungkin berasal dari owner estimate, data market, data historis, data intelijen, dsb.

Dalam konsesi negosiasi juga dikenal istilah BATNA yang cukup  populer di kalangan akdemisi dan praktisi. Apa itu BATNA dan dimana posisinya dlm 3 level konsesi?

BATNA singkatan dari Best Alternative to A Negotiated Agreement. Secara singkat, BATNA ekuivalen dengan posisi Must have dalam strategi konsesi. Jika anda harus memiliki itu, dan tidak mendapatkannya, lalu anda butuh punya alternatif lain. BATNA dipertimbangakn sebagai poin “walk away”oleh banyak professional, tapi masih terjadi perdebatan di kalangan akademisi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar